MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi mempertinggi arus kompetisi
disegala bidang termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat
didalamnya. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap organisasi
dan semua elemen-elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu
pelayanannya secara terus menerus.. Kecenderungan masa kini dan masa depan
menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan
mempertahankan kualitas hidup (quality of life).
Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap bidan perlu dilakukan terus menerus.
Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap bidan perlu dilakukan terus menerus.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilaksanakan.Upaya tersebut jika
dilaksanakan secara terarah dan terencana ,dalam ilmu administrasi kesehatan
dikenal dengan nama program menjaga mutu pelayanan kesehatan (Quality Assurance
Program ).
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang
mempunyai tugas utama memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan reproduksi
kepada individu perempuan, keluarga dan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan
tersebut, baik klien maupun bidan yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan
hukum. Untuk itu tenaga bidan perlu dipersiapkan dengan sebaik mungkin untuk
dapat menjalankan pekerjaan sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, bagi setiap tenaga bidan harus memiliki kompetensi minimal yang diperlukan
untuk dapat mendukung penyelenggaraan praktik kebidanan secara aman dan tepat.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang Quality in Midwaferi Service.
2. Untuk mengetahui tentang Persiapan SDM Bidan Berbasis Kompotensi
3. Untuk Mngetahui Kompotensi Bidan Di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. QUALITY IN MIDWAFERI SERVICE (Mutu Pelayanan Kebidanan)
1. Pengertian
Mutu adalah suatu konsep yang multi
dimensional artinya pengertin mutu akan berbeda-beda pada setipa orang,
tergantung pada kepentingan, latar belakang kehidupan, pendidikan dan harapan
seseorang terhadap pelayanan kesehatan. Contoh bahwa : sebagian orang
beranggapan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu itu bila dilaksanakan tepat
waktu, ramah tamah, penuh perhatian dan mampu dibayar sesuai dengan tingkat
ekonominya. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (steak holder) akan merasa
puas kalau dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
teknologi kesehatan yang mutakhir serta kebebasan melaksanakan otonomi profesi.
Sedangkan penyandang dana akan mementingkan dimensi efisiensi penggunaan sumber
dana dankewajaran pembiayaan pelayanan kesehatan, sehingga menghindarkan
kerugian penyandang dana.
Menurut Azhrul Aswar Mutu pelayanan
kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk
serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Sedangkan
Mary R. Zimmerman mengemukakan Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan
melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang
berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan
lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan.
Secara umum pengertian mutu pelayanan
kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif
serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan
sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah ,
serta masyarakat konsumen. Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-
rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga
sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
2. Persepsi pelayanan kesehatan
Setiap mereka yang terlibat dalam
layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi
layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai
persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan
kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan
latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan
kepentingan.
Adapun Persepsi Mutu pelayananan Terdiri
dari :
a. Menurut Pasien/ Masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu
sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan
dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap
serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya
penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa
puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali
b. Menurut Pemberi Layanan Kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu
dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi
dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dewngan teknologi kesehatan
mutakhir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut.
Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
c. Menurut penyambung dana / Asuransi penyandang menganggap bahwa layanan
kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan
efektif. Pasien deharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin
sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnya,upaya
promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan
kesehatan semakin berkurang.
d. Menurut Pemilik Saran Layanan Kesehatan berpandangan bahwa layanan
kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan
yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif
layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat , yaitu
padatingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien masyarakat.
e. Menurut Administrator Kesehatan layanan kesehatan tidak langsung memberikan
layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan
kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akan
memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan kurang
memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan.
Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertntu
akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam
menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi
layanan kesehatan.
f. Menurut ikatan profesi keberhasilan penerapan pendekatan jaminan
mutupelayanan kesehata akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas
pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya
disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat akan berubah menjadi
suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan
terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari tuntunan pasien.
3. Dimensi mutu pelayanan kesehatan
Mutu merupakan konsep yang
multidimensional, oleh sebab itu setiap tenaga kesehatan (bidan, perawat, dan
tenaga lainnya) perlu mengetahui berbagai dimensi mutu agar unit pelayanan
selalu dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu serta memenuhi
harapan pasien atau masyarakat.
Dimensi mutu mencakup :
a. Dimensi Kompetensi Teknis menyangkut keterampilan, kemampuan,
penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan
dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan
yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.
Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal,
mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada
kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan
jiwa pasien.
b. Dimensi Keterjangkauan atau Akses Artinya layanan kesehatan
harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis,
sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak,
lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan
fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses
sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan
kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan prilaku. Akses
ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses
organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat
memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa,
artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat
dipahami oleh pasien.
c. Dimensi Efektivitas Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus
mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit
dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini
bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat,
konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan
disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat
pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan
sesuai dengan kondisi.
Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
d. Dimensi Efisiensi Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh
karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam layanan kesehatan.
Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan
masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang
nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih
besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita
dapat memilih intervensi yang paling efisien.
e. Dimensi Kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus
dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan
tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus
selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat
penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan terkini, layanan
kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana dengan tepat, waktu
dan tempatnya.
f. Dimensi Keamanan maksudnya layanan kesehatan harus aman, baik
bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan
yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya
lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan
kedua belah pihak.
g. Dimensi Kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas
layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga
mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan
dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan
kesehatan.
h. Dimensi Informasi Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu
memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan bagaimana
layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini
sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
i. Dimensi Ketepatan Waktu agar berhasil, layanan kesehatan harus
dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat,
menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien)
j. Dimensi Hubungan Antarmanusia adalah hubungan antara pemberi
layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau masyarakat (konsumen), antar
sesama pemberi layanan kesehatan, antar atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah
sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan
antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan
cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi
perhatian, dan lain-lain.
4. Terminologi jaminan mutu
Menjaga mutu (Quality Assuarance= QA)
sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu. Menurut Donabedian
A menjaga mutu termasuk kegiatan-kegiatan yang secara periodik atau kontinu
menggambarkan keadaan dimana pelayanan dissediakan. Pelayanannya dimonitor dan
hasil pelayanannya diikuti. Dengan demikian kekurangan-kekurangan dapat
dicatat, sebab-sebab dari kekurangan itu dikemukakan, dan dibuatkan koreksi
yang diperlukan sehingga menghasilkan perbaikan kesehatan dan kesejahteraan.
Menurut Palmer Heather dari universitas
Harvard mendefinisikan QA adalah suatu prosespengukuran mutu, menganalisa
kekurangan yang ditemukan dan membuat kegiatan untuk meningkatkan penampilan
yang diikuti dengan pengukuran mutu kembali untuk menentukan apakah peningkatan
telahtercapai. Ia adalah suatu kegiatan yang sistematik, suatu siklus, suatu
kegiatan yang menggunakan standar pengukuran.
Dirjen Binkemas 1999 jaminan mutu
pelayanan kesehatan adalah suatu proses upaya yang berkesinambungan,
sistematik, obyektif dan terpadu dalam menemukan masalah dan penyebab masalah
mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang
telah ditetapkan serta menentukan dan melaksanakan cara pemecahan masalah mutu
sesuai kemampuan yang adadan menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran
tindak lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
5. Bentuk-bentuk jaminan mutu pelayanan kesehatan
Bentuk jaminan mutu pelayanan kesehatan
dibedakan dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :
a) Jaminan Mutu Prospektif
Adalah jaminan mutu yang dilaksanakan
sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan, upaya terutama ditujukan pada
unsure masukan dan lingkungan.
Contohnya :
- Standarisasi, untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu perlu
ditetapkan standarisasi fasilitas pelayanan kesehatan.
- Perizinan, setelah terpenuhinya standarisasi perlu diikuti dengan perizinan
yang akan ditinjau secara berskala.
- Sertifikasi, tindak lanjut dari perizinan, memberikan sertifikasi kepada
fasilitas dan profesi kesehatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu.
- Akreditasi bentuk dari sertifikasi, kepada fasilitas dan profesi kesehatan
telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
b) Jaminan Mutu Konkuren
Adalah suatu bentuk jaminan mutu yang
dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Perhatian
utama tertuju kepada proses dimana proses itu diukur dengan standar yang telah
ditetapkan, jika pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan tersebut kurang bermutu. Jaminan mutu konkuren ini paling baik,
tetapi sulit dilakukan dan sering terjadi bias untuk menghindarkan bias
maka pengamatan dilakukan oleh “ Peer atau Tim”
c) Jaminan Mutu Retrospektif
Jaminan yang dilaksanakan setelah
pelayanan kesehatan diselenggarakan.
Contohnya : Audit Maternal Perinatal
(AMP) yang dilakukan dengan mengulas balik catatan medic dan wawancara.
6. Manfaat program jaminan mutu
Program jaminan mutu bermanfaat untuk :
a) Menyadarkan kembali para petugas kesehatan terutama di puskesmas dan
unit-unit pelayanan agar selalu memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar.
b) Pelayanan kesehatan akan efisen dan efektif segingga pelayanan kesehatan
dapat menjakau lebih banyak (pemerataan sumber daya kesehatan dan hasil (out
come) pelayanan akan lebih memenuhi harapan masyarakat.
c) Menimbulkan rasa kepuasaan dan terlindungi dalam memberikan pelayanan
kesehatan karena pelayanan kesehatan yang diberikan berdasarkan standar,
sehingga angka kesembuhan akan meningkat.
d) Pelayanan kesehatan akan mampu bersaing dalam masyarakat
e) Mempermudah mendapat akreditasi
f) Melaksanakan jaminan mutu berarti kita melaksanakan amanat UU Kesehatan No.
23/1992.
7. Prinsip Jaminan Mutu
a) QA berorientasi ke depan mempertemukan kebutuhan harapan pasien dan
masyarakat. QA meminta komitmen untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan
pasien atau masyarakat. Tim kesehatan bekerja sama dengan masyarakat untuk
mempertemukan tuntunan dan kebutuhan pelayanan preventif.
b) QA focus pada system dan proses. Dengan focus pada analisis proses
penyampaian atau pelaksanaan pelayanan kegiatan-kegiatan, dan tugas-tugas
demikian juga outcome. Pendekatan QA mengikuti provider dan menejer untuk
mengembangkan secara mendalam, suatu persoalan (problem).
c) QA menggunakan data untuk analisis proses pelaksanaan pelayanan kesehatan. Suatu pendekatan
konsultatif yang sederhana untuk analisis sebab akibat berdasarkan data dan
fakta.
d) QA mendorong suatu pendekatan tim dalam pemecahan masalah dan peningkatan
mutu. Pendekatan partisipasi menawarkan dua keuntungan. Pertama, hasil produk
teknik kemungkinan bermutu lebih tinggi karena masing-masing anggota tim
membawakan prospek yang unik-unik. Kedua, anggota staf kemungkinan lebih
menerima dan mendukung perubahan di mana mereka dapat membantu pengembangannya.
Dengan demikian partisipasi dalam peningkatan mutu membangun consensus dan
mengurangi perlawanan.
8. Standar Mutu Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan meliputi 24
standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
a) Standar Pelayanan Umun (2 standar)
b) Standar Pelayanan Antenatal (2 standar)
c) Standar Pelayanan Persalinan (4 standar)
d) Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
e) Standar Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9 standar).
A. STANDAR PELAYANAN UMUM
Terdapat dua standar pelayanan umum sebagai berikut :
1. Standar 1 : Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat
Persyaratan standar : Bidan memberikan
penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap
segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan umum, gizi, KB,
kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari
kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan baik
2. Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
Persyaratan standar : Bidan melakukan
pencatatan semua kegiatan yang dilakukan, yaitu registrasi. Semua ibu hamil
diwilayah kerja, rincian yang diberikan kepada setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan BBL, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat.
Disamping itu bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu
hamil dan meninjau upaya masy yg berkaitan dengan ibu dan BBL. Bidan meninjau
secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana
kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya
B. STANDAR PELAYANAN ANTENATAL
Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut:
1. Standar 3 : Identifikasi Ibu hamil
Persyaratan standar : Bidan melakukan
kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untukmemberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota masyarakat
agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilan sejak dini secara teratur.
2. Standar 4 : pemeriksaan dan pemantauan antenatal.
Persyaratan standar : Bidan memberikan
sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan
pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan
berlangung normal. Bidan juga hrs mengenal resti/kelainan, khususnya anemia,
kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi,
nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan
oleh puskesmas. Bidan harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan.
Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan
dan merujukuntuk tindakan selanjutnya.
3. Standar 5 : Palpasi Abdomen
Persyaratan standar : Bidan melakukan
pemeriksaan abdominal secara seksama melakukan palpasi untuk memperkirakan usia
kehamilan, dan bila umur kehamilan bertambah memeriksa posisi, bagian terendah
janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari
kelaianan serta melakukan rujukan tepat waktu.
4. Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Persyaratan standar : Bidan melakukan
tindakan pencegahan, penemuan, penganan dan atau rujukan semua kasus anemia
pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan Persyaratan
standar : Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil
tindakan yang tepat dan merujuknnya.
6. Standar 8 : Persiapan Persalinan
Pernyataan standar : Bidan memberikan
saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester
ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta
suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, di samping persiapan
transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat
darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.
C. STANDAR PELAYANAN PERTOLONGAN PERSALINAN
Terdapat empat standar dalam standar pelayanan pertolongan persalinan seperti
berikut :
1. Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I.
Pernyataan standar : Bidan menilai
secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan
pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses
persalinan berlangsung.
2. Standar 10 : Persalinan Kala II Yang Aman.
Pernyataan standar : Bidan melakukan
pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap
klien serta memperhatikan tradisi setempat.
3. Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala Tiga.
Pernyataan standar : Bidan melakukan
penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan
selaput ketuban secara lengkap.
4. Standar 12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Pernyataan standar : Bidan mengenali
secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera
melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan
penjahitan perineum.
D. STANDAR PELAYANAN NIFAS
Terdapat tiga standar dalam standar
pelayanan nifas seperti berikut :
1. Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir.
Pernyataan standar : Bidan memeriksa dan
menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia
sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan
kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia.
2. Standar 14 : Penanganan Pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan. Pernyataan
standar : Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya
komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang
diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentangan hal-hal
mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian
ASI.
3. Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu Dan Bayi Pada Masa Nifas. Pernyataan
standar : Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah
pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan, untuk
membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang
benar; penemuanan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi
pada masa nifas; serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum,
kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian
ASI, imunisasi dan KB.
E. STANDAR PENANGANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI-NEONATAL.
Di
samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar ( antenatal, persalinan dan
nifas), di sini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri-neonatal.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bidan diharapkan mampu melakukan penanganan
keadaan gawat darurat obstetric-neonatal tertentu untuk penyelamatan jiwa ibu
dan bayi. Di bawah ini dipilih sepuluh keadaan gawat darurat obstetri-neonatal
yang paling sering terjadi dan sering menjadi penyebab utama kematian ibu/bayi
baru lahir.
1. Standar 16 : Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan, Pada Tri-mester III.
Pernyataan standar : Bidan mengenali
secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan
pertolongan pertama dan merujuknya.
2. Standar 17 : Penanganan Kegawatan Pada Eklamsia.
Pernyataan standar : Bidan mengenali
secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam. Serta merujuk dan atau
memberikan pertolongan pertama.
3. Standar 18 : Penanganan Kegawatan Pada Partus Lama/Macet Pernyataan standar
: Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/macet serta
melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
4. Standar 19 : persalinan dengan penggunaaan Vakum Ekstraktor Pernyataan
standar : Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum,melakukannya secara
benar dalammemberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamnannya bagi
ibu dan janin.
5. Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta.
Pernyataan standar : Bidan mampu
mengenali retensio placenta dan memberikan pertolongan pertama termasuk
plasenta manual dan penangan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
6. Standar 21 : Penangan Perdarahan Postpartum Primer.
Pernyataan standar : Bidan mampu
mengenali perdarahan yang berlebuhan dalam 24 pertama setelah persalinan
(perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk
mengendalikan perdarahan.
7. Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder.
Pernyataan standar : Bidan mampu
mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan postpartum sekunder,
dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu dan atau
merujuknya.
8. Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis.
Pernyataan standar: Bidan mampu
mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta melakukan
pertolongan pertama atau merujuknya.
9. Standar 24 : Penanganan Asfesia Neonatorum.
Pernyataan standar : Bidan mampu
mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfeksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan
memberikan perawatan lanjutan.
B. PERSIAPAN SDM BIDAN BERBASIS KOMPETENSI
1. Pengertian Kompotensi
Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38)
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas,
ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan
apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas -
tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenaga kerjaan :
pasal 1 (10), “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan”.
Setiap peran terdiri dari beberapa unit kompotensi sebagai refleksi dari fungsi
utama kegiatan atau keterampilan.
Pada setiap peran dalam
menyelesaikan pekerjaan. Setiap unit kompotensi terdiri dari :
a) Elemen kompotensi yang
menggambarkan unit-unit lebih terinci, menjelaskan keluaran yang harus dicapai.
b) Criteria kerja yang menjelaskan tingkat atau standar yang harus dicapai
pada setiap elemen kompotensi.
2. Manfaat Kompotensi
a. Manfaat bagi Karyawan
· Kejelasan relevansi pembelajaran sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer
keterampilan, nilai dan kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan
karir.
· Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan
melalui akses sertifikasi nasional.
· Penetapan sasaran sebagai sarana perkembangan karir.
b. Manfaat bagi Organisasi
· Pemetaan yang akurat mengenai kompotensi angkatan kerja yang ada dan
dibutuhkan.
· Meningkatnya efektifitas rekruitmen dengan cara menyesuaikan kompotensi
yang diperlukan dalam pekerjaan.
· Pendidik dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan keterampilan dan
persyaratan keterampilan perusahaan yang lebih khusus.
c. Manfaat bagi Industri
· Identifikasi dan penyesuaian yang lebih baik atas keterampilan yang
dibutuhkan.
· Akses yang lebih besar terhadap pendidikan dan pelatihan sector public yang
relevan terhadap industry.
· Efisiensi penyampaian lebih besar dan berkurangnya usaha pendidikan dan
pelatihan ganda.
d. Manfaat bagi Ekonomi Daerah dan Nasional
· Meningkatnya formasi keterampilan untuk bersaing dipasar dosmetik dan
internasional.
· Meningkatnya modal dan akses individu melalui diketahuinya industry yang
jelas dan melalui pengakuan pembelajaran sebelumnya terhadap standar yang ada.
3. Model Kompotensi
Menurut Raymond J. Stone (2002:144) bahwa suatu metode
analisis jabatan yang menitik beratkan
pada keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan baik.
Lebih lanjut Raymond berpendapat bahwa model kompetensi memiliki tiga elemen kunci, yaitu :
Lebih lanjut Raymond berpendapat bahwa model kompetensi memiliki tiga elemen kunci, yaitu :
a) Underlying Characteristics, kompetensi merupakan
bagian integral dari kepribadian seseorang.
b) Causality, kompetensi dapat memprediksi perilaku dan
kinerja.
c) Performance, kompetensi memprediksi secara nyata dan
efektif (dalam hal ini minimal dapat diterima) atau kinerja superior yang
terukur sesuai dengan kriteria spesifik atau standar.
Berhasil tidaknya kinerja seseorang tergantung dari kompetensi yang dimilikinya, apakah sesuai atau matching dengan kom-petensi yang menjadi persyaratan minimal dari jabatan yang dipangkunya.
Berhasil tidaknya kinerja seseorang tergantung dari kompetensi yang dimilikinya, apakah sesuai atau matching dengan kom-petensi yang menjadi persyaratan minimal dari jabatan yang dipangkunya.
Dalam Keputusan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003
ditentukan bahwa Standar Kompetensi Jabatan Struktural adalah persyaratan
kom-petensi minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
pelaksanaan tugas jabatan struktural. Standar kom-petensi jabatan ini meliputi
kompetensi dasar dan kompetensi bidang.
1. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar dapat
dianalogikan dengan threshold com-petency (Spencer & Spencer, 1993)
Kompetensi ini wajib dimiliki oleh setiap pejabat struktural. Kompetensi dasar
untuk Pejabat Struktural Eselon II, III, dan Eselon IV terdiri atas 5 (lima)
kompetensi meliputi, integritas, kepemimpinan, perencanaan dan
pengorganisasian, kerjasama, serta flek-sibilitas.
Kompetensi dasar, oleh
Ruky (2003:110) disebut kompe-tensi inti (core competencies) yaitu kelompok
kompetensi yang berlaku/harus dimiliki oleh semua orang dalam organi-sasi.
Contoh kelompok core
competency menurut Ruky (2003, 110) seperti: terfokus pada pelanggan, kesadaran
bisnis, manajemen perubahan, orientasi pada prestasi/output, komu-nikasi,
kerjasama kelompok, kepemimpinan, mengembang-kan orang lain, berpikir analitis,
dan pemecahan masalah.
2. Kompotensi Bidang
Kompetensi bidang adalah
kompetensi yang diperlukan oleh setiap pejabat struktural sesuai dengan bidang
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 di-tentukan bahwa kompetensi bidang
dipilih dari 33 (tiga puluh tiga) kompetensi yang tersedia dalam kamus
kompe-tensi jabatan sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya, dengan jumlah antara 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) kompetensi.
Kompetensi bidang atau
differentiating competencies (Spencer & Spencer, 1993 ) atau specific job
competencies (Ruky, 2003) merupakan karakteristik pribadi yang spesifik dengan
bidang pekerjaan yang dilaksanakan serta pengeta-huan dan keterampilan yang
relevan yang lebih bersifat teknis.
C. KOMPOTENSI BIDAN DI INDONESIA
Pengetahuan umum, ketrampilan dan
perilaku yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial, kesehatan masayrakat dan
kesehatan profesional.
Ø Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan ketrampilan dari ilmu-ilmu
sosial, kesehatan masyarakat dan etaik yang membentuk dasar dari asuhan yang
bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan
keluarnya.
Pra Konsepsi KB dan Ginekologi.
Ø Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang
tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh di masyarakat dalam rangka
untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan
kesiapan menjadi orang tua.
Asuhan Konseling selama Kehamilan
Ø Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan
kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengotan atau rujukan.
Asuhan
Selama Hamil dan Kelahiran
Ø Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tangap terhadap kebudayaan
setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman,
menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan
wantia dan bayinya yang baru lahir.
Asuhan
Pada Ibu Nifas dan Menyusui
Ø Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan
tanggap terhadap budaya setempat.
Asuhan
Pada Bayi Baru Lahir
Ø Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru
lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
Asuhan
Pada Bayi dan Balita
Ø Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi dan
balita sehat ( 1 bulan – 5 tahun ).
Kebidanan
Komunitas
Ø Bidan merupakan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga,
kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat
Asuhan Pada Ibu/Wanita dengan Gangguan
Reproduksi
Ø Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem
reproduksi.
Perilaku Profesional Bidan
Ø Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal.
Ø Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis yang
dibuatnya.
Ø Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan ketrampilan mutahir.
Ø Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit menular dan strategi
pengendalian infeksi.
Ø Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan
kebidanan.
Ø Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktek kesehatan, kehamilan, kelahiran,
periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak
Ø Menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan kaum wanita/ ibu agar
merea dapat menentukan pilihan yangtelah diinformasikan tentang semua aspek
asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya merea bertanggungjawab atas
kesehatannya sendiri.
Ø Menggunakan ketrampilan mendengar dan memfasilitasi
Ø Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan keapada ibu dan keluarg.
Ø Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Mutu adalah suatu konsep yang multi dimensional artinya pengertin mutu akan
berbeda-beda pada setipa orang, tergantung pada kepentingan, latar belakang
kehidupan, pendidikan dan harapan seseorang terhadap pelayanan kesehatan.
Ø Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang
diakui oleh negara dan memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan
praktek kebidanan di negara itu. Dia harus mampu meberikan supervisi, asuhan
dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil,
persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan
atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Ø Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas
atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang
diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan
dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian,
kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi.
B. Saran
Diharapkan pada pembaca
agar dapat meningkatkan pelayanan yang baik serta dapat menambah pengetahuan
tentang standar kompotensi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2012. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kompetensi.html. di akses tanggal 28
november 2012.
Anonim. 2012. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Bidan. (Online). (http://www.lusa.web.id/keputusan-menteri-kesehaan-republik-indonesia-nomor-369369menkesskiii2007-tentang-standar-profesi-bidan-bag-1 , diakses 8
Maret 2012).
Endahpurnasari. 2010. (Online).
(blogspot.com/2010/08/faktor-yang-mempengaruhi-mutu-pelayanan.html?m=1, diakses
9 Maret 2012).
http://www.bkn.go.id/penelitian/buku%20penelitian%202004/buku%20Peny.%20Ped.%20Peng.%20Kompetensi%20PNS/bab%20ii.htm
24 Agustus 2009.
24 Agustus 2009.
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
(IBI). 2006. Buku 1 Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
Yulifah, dkk. 2009. .Komunikasi
dan Konseling Dalam Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika